Selasa, 02 Oktober 2018

DERITA PAPUA, DERITA INDONESIA ?

source : https://suarapapua.com/2017/12/11/menemukan-landasan-penjajahan-atas-papua/


Setelah beberapa bulan hiatus dari dunia blogging akibat waktu gawai dan beberapa kesibukan yang tak bisa di kompromikan, saya akan kembali menyambangi beranda ini dan siap mengisinya dengan tulisan yang sudah lama saya buat tetapi baru rampung sekarang. Okelah, saya luangkan waktu untuk menulis kembali demi kepuasan pribadi terkhusus lagi jika tulisan saya ada kebermanfaatannya untuk seluruh warganet di bumi. Heuheuheu...

Kali ini topik yang saya ingin angkat ialah problematika di bumi Papua, tetapi saya akan coba mengagregasi pembahasannya kepada fakta sejarah freeport masuk ke Papua, bukan hanya terkait persoalan ekonomi politik saja melainkan melingkupi sosial – kultural dan sistem kapitalisme yang menggrogiti rahim papua. sila baca!


Tanah Surgawi yang di eksploitasi
Dalam semarak dan gegap gempita perhelatan akbar asian games yg berlangsung di tanah surgawi ini, izinkan saya mengatakan kepada mereka yang sedang merayakannya bahwa di negeri bagian timur sana belum tentu mereka semua menikmati perhelatan akbar tersebut. Seperti apa yang kita ketahui, pengetahuan publik “terutama kita yang tinggal di jawa” memang minim sekali pengetahuan tentang papua. Papua merupakan kepulauan dengan sumber daya alam terbesar di indonesia. Bahkan tak hanya alamnya, melainkan sumber daya mineral dan emasnya pun melimpah ruah. Disana terdapat gunung emas yang menjadi ibu dari sebagian suku pegunungan wilayah papua. Tetapi apakah rakyat papua merasa sejahtera ? apakah rakyat papua menggenggam kedaulatannya ? menilik dari fakta sejarah di negeri ini, banyak rakyat papua yang mengalami diskriminasi dan di represi  hingga dirampas tanah – tanahnya dan perampasan ruang hidup lainnya baik yang dilakukan oleh kapital maupun negara, bahkan dengan dalih menyediakan lapangan pekerjaan bagi warganya. Membiarkan orang – orang papua sana terhempas secara perlahan di tanahnya sendiri. Belum lagi membahas tentang sistem kapitalisme yang menggerogoti hampir seluruh wilayah papua di tengah – tengah kondisi kolonilaisme baru yang hanya menguntungkan segelintir elit.
Berbicara tentang kolonialisme, tanah papua merupakan tanah yang strategis untuk di manfaatkan dan eksploitasi demi kesejahteraan kaum kapitalis. Menurut buku paharizal & ismanto dalam bukunya Freeport dan fakta-fakta yang di sembunyikan, berawal dari dokumen dozy (seorang geologiawan) yang ketika itu sedang melakukan riset penelitian di pegunungan cartenz pada tahun 1936. Ketika itu ia mendokumentasikan temuannya yang spektakuler melalui catatatannya dan menyebut gunung itu sebagai gunung Ertsberg. Berbekal catatan dari dozy, Forbes Wilson (Dirut Freeport sulphur company) kala itu melakukan survey untuk meyakinkan apakah temuan dari dozy itu benar, dan ternyata temuannya itu membuatnya gila. Gunung itu berisikan harta karun terbesar di dunia, yang disebutnya sebagai gunung emas. Wilson akhirnya menancapkan cakar freeport untuk membuat hagemoni di tanah papua. Itulah sejarah awal kolonilaisme masuk di bumi papua.


Akumulasi Kapital di Perut Papua
Indonesia merupakan negeri yang dikaruniai Tuhan dengan berbagai kekayaan dan keindahan alam yang begitu melimpah. Salah satunya ialah gunung Garsberg dan Ersberg di tanah papua yang di dalamnya terkandung emas, tembaga, uranium, dan berbagai bahan tambang mineral lainnya. Kekayaan itulah yang membuat Amerika jatuh hati dan bernafsu ingin menguasainya. Berdasarkan informasi yang di himpun dari buku pahrizal dan ismantoro, freeport telah menambang emas dari tanah papua sebanyak 724,7 ton. Dan jika emas sebanyak itu dibagikan ke 240 juta penduduk indonesia, maka tiap jiwa akan mendapatkan kurang lebih 3 ton emas. Sungguh luar biasa bukan, seandainya freeport dinasionalisasikan seperti apa yang di canangkan Bung Karno lewat ekonomi berdikarinya sudah di pastikan rakyat kita akan sejahtera terkhusus rakyat Papua. tetapi patut disayangkan hal itu sulit untuk di realisasikan mengingat ada kontrak karya yang mengikat hingga tahun 2041 yang pada saat itu di spakati oleh rezim orde baru. Semua itu bak mimpi di siang bolong. Kini yang menikmati hanya negara, imperialis, dan tokoh – tokoh kunci struktural. Bagaimana dengan rakyat Papua ? tak ada yang berubah, semua tanahnya telah di aneksasi oleh setan Tanah yang bernama Freeport. Perutnya dikeruk hingga habis, tapi keuntungan yang dirasakan hanya kepada mereka para pemodal.

Papua yang di Anak Tirikan
Selang satu bulan saya menulis ini ialah bulan dimana hari kemerdekaan indonesia di proklamirkan. Tapi apakah rakyat indonesia benar-benar merdeka 100% ? bagi mereka yang sedang merayakan seremonial 17 agustusan di daerahnya masing-masing, coba kita lihat apakah di negeri bagian Timur (Papua) sana sudah terlihat merdeka ? saya rasa kita belum sepenuhnya merdeka karena tingkat pendidikan dan kemiskinan masih rendah. Program pemerintah untuk pengentasan kemiskinan hanya menjadi makna kiasan, nyatanya masih banyak daerah – daerah yang mengalami keterbelakangan, baik secara ekonomi maupun pendidikan. Contohnya di Papua, menurut BPS (Badan Pusat Statistik) tingkat kemiskinan di papua mencapai 27,4% per maret 2018 jauh lebih tinggi dibanding di DKI Jakarta (3,57%). Hal itu di perkuat dari Hasil Survei Sosial Ekonomi (Susenas) per Maret 2018 yang menunjukan bahwa jumlah penduduk miskin di papua mencapai 917,63 ribu orang, meningkat apabila dibandingkan dengan kondisi pada Maret 2017 (897,69 ribu) orang.
Fenomena kemiskinan di papua ini diakibatkan karena tingginya disparitas antara kota dan pedalaman. Lantas apa solusinya ? apa yang perlu dibenahi ? dibalik peran pemerintah mengupayakan pembangunan infrastruktur di wilayah papua, ini perlu di apresiasi. Tetapi apakah sudah tepat sasaran ? karena infrastruktur yang ada di pedalaman di banding dengan di kota sangat kontradiktif. Di pedalaman masih sangat minim infrastruktur seperti jembatan, jalan, pasar, maupun sekolah, padahal infrastruktur merupakan salah satu faktor penunjang aktivitas perekonomian di daerah. Minimnya infrastruktur ini membuat mereka yang berada di pedalaman tak mampu melakukan aktivitas ekonomi sehingga sulit mengembangkan kompetensi diri. Penulis patut mengapresiasi usaha yang dilakukan pemerintah dalam membangun tol laut, jalur trans papua, hingga BBm menjadi serumpun. Tetapi yang di butuhkan bukan itu. Yang di butuhkan orang-orang papua pedalaman ialah seperti lapangan pekejaan, tanah untuk becocok tanam, jalan untuk akses ke sekolah, tenaga pendidik yang kompeten, dan yang terpenting ialah sekolah – sekolah di tingkatkan. Jika, itu semua sudah terpenuhi saya rasa orang-orang disana akan mengalami peningkatan taraf hidup. Pendidikan sangat mempengaruhi sosio-ekonomi di suatu daerah. Lewat pendidikan orang-orang disana dapat terbebas dari penjajahan, baik oleh kapital maupun negara.
Namun fakta yang memilukan tatkala hasil potret dari BPS menyebutkan sekitar 16,99 persen penduduk miskin usia 15-24 tahun buta huruf. Faktor utama yang menyebabkan hal itu karena minimnya fasilitas pendidikan yang tersedia. Hal itu diperparah karena infrastruktur untuk pergi ke sekolah-sekolah tidak terfasilitasi dengan baik oleh pemerintah, sehingga anak-anak yang ingin sekolah disana harus berjalan kaki lewat hutan belantara ataupun menaiki sampan lewati sungai untuk dapat bersekolah. Lantas pro kepada siapakah pemerintahan ? kalangan elit dan pemodal saja kah ? miris!

Kemerdekaan Milik Siapa ?
Kemerdekaan ialah hak segala bangsa, oleh karenanya setiap warga yang ada di nusantara ini harus terbebas dari penjajahan. Tetapi fakta kita temukan di bagian timur sana masih terselip bentuk penjajahan pasca kolonialisme. Negara kita masih di dikte oleh imperialis. Freeport masih berdiri gagah dan mengeruk hasil dari bumi pertiwi ini. Emas, tembaga, nikel, dan bahan tambang lain telah di raup oleh perusahaan milik Amerika tersebut sejak tahun 1967 hingga saat ini.
Menurut Leon Trotsky bahwa lemahnya kelas borjuis domestik negara-negara pasca kolonial, disebabkan oleh dominasi imperialisme asing dalam memenetrasikan kepentingannya di negara jajahan dengan cara memanfaatkan sistem feodalisme yang ada, sementara itu perkembangan kapitalisme domestik disumbat. Walaupun diberi kesempatan untuk muncul, kapitalisme domestik biasanya akan mengalami tekanan yang hebat dari imperialis asing dan kekuasaan feodal. Bukti feodalisme di tanah papua masih terjadi, ketika rakyat disana hanya dijadikan budak dan diberlakukan semena-mena untuk kepentingan freeport. Beberapa kasus yang menimpa buruh freeport seperti kecelakaan kerja yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, ada sekitar 28 pekerja  di tambang bawah tanah di pusat pelatihan keselamatan dimana tak ada satu pihakpun yang bertanggung jawab, juga permasalahan kerja yang menewaskan 4 orang sekaligus di area tambang PT Freeport, Belum lagi kasus (furlough) atau merumahkan pekerja sampai batas waktu yang tidak di tentukan, hingga PHK secara sepihak  yang menandakan sistem feodalisme masih terjadi. Hal ini memicu buruh pabrik melakukan mogok kerja dan mengadukan kasus ini ke kementrian ketenagakerjaan, namun kasus ini tak kunjung menemui titik terang dan berlarut-larut tak ada kejelasan hingga saat ini. Apa yang kita lihat adalah fakta bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia belum termanifestasi dengan baik, saudara kita di bagian timur sana adalah contoh nyata ketertindasan yang dilakukan oleh sistem kapitalisme.
 
 
Literatur :