source : https://suarapapua.com/2017/12/11/menemukan-landasan-penjajahan-atas-papua/
Setelah beberapa bulan hiatus dari dunia blogging
akibat waktu gawai dan beberapa kesibukan yang tak bisa di kompromikan, saya
akan kembali menyambangi beranda ini dan siap mengisinya dengan tulisan yang
sudah lama saya buat tetapi baru rampung sekarang. Okelah, saya luangkan waktu
untuk menulis kembali demi kepuasan pribadi terkhusus lagi jika tulisan saya
ada kebermanfaatannya untuk seluruh warganet di bumi. Heuheuheu...
Kali ini topik yang saya ingin angkat ialah problematika
di bumi Papua, tetapi saya akan coba mengagregasi pembahasannya kepada fakta
sejarah freeport masuk ke Papua, bukan hanya terkait persoalan ekonomi politik
saja melainkan melingkupi sosial – kultural dan sistem kapitalisme yang
menggrogiti rahim papua. sila baca!
Tanah Surgawi yang di eksploitasi
Dalam semarak dan gegap gempita perhelatan akbar
asian games yg berlangsung di tanah surgawi ini, izinkan saya mengatakan kepada
mereka yang sedang merayakannya bahwa di negeri bagian timur sana belum tentu
mereka semua menikmati perhelatan akbar tersebut. Seperti apa yang kita ketahui,
pengetahuan publik “terutama kita yang tinggal di jawa” memang minim sekali pengetahuan
tentang papua. Papua merupakan kepulauan dengan sumber daya alam terbesar di
indonesia. Bahkan tak hanya alamnya, melainkan sumber daya mineral dan emasnya
pun melimpah ruah. Disana terdapat gunung emas yang menjadi ibu dari sebagian
suku pegunungan wilayah papua. Tetapi apakah rakyat papua merasa sejahtera ?
apakah rakyat papua menggenggam kedaulatannya ? menilik dari fakta sejarah di
negeri ini, banyak rakyat papua yang mengalami diskriminasi dan di represi hingga dirampas tanah – tanahnya dan
perampasan ruang hidup lainnya baik yang dilakukan oleh kapital maupun negara,
bahkan dengan dalih menyediakan lapangan pekerjaan bagi warganya. Membiarkan
orang – orang papua sana terhempas secara perlahan di tanahnya sendiri. Belum
lagi membahas tentang sistem kapitalisme yang menggerogoti hampir seluruh
wilayah papua di tengah – tengah kondisi kolonilaisme baru yang hanya menguntungkan
segelintir elit.
Berbicara tentang kolonialisme, tanah papua
merupakan tanah yang strategis untuk di manfaatkan dan eksploitasi demi
kesejahteraan kaum kapitalis. Menurut buku paharizal & ismanto dalam
bukunya Freeport dan fakta-fakta yang di sembunyikan, berawal dari dokumen dozy
(seorang geologiawan) yang ketika itu sedang melakukan riset penelitian di
pegunungan cartenz pada tahun 1936. Ketika itu ia mendokumentasikan temuannya
yang spektakuler melalui catatatannya dan menyebut gunung itu sebagai gunung Ertsberg.
Berbekal catatan dari dozy, Forbes Wilson (Dirut Freeport sulphur company) kala
itu melakukan survey untuk meyakinkan apakah temuan dari dozy itu benar, dan
ternyata temuannya itu membuatnya gila. Gunung itu berisikan harta karun
terbesar di dunia, yang disebutnya sebagai gunung emas. Wilson akhirnya
menancapkan cakar freeport untuk membuat hagemoni di tanah papua. Itulah
sejarah awal kolonilaisme masuk di bumi papua.
Akumulasi Kapital di Perut Papua
Indonesia merupakan negeri yang dikaruniai Tuhan
dengan berbagai kekayaan dan keindahan alam yang begitu melimpah. Salah satunya
ialah gunung Garsberg dan Ersberg di tanah papua yang di dalamnya terkandung
emas, tembaga, uranium, dan berbagai bahan tambang mineral lainnya. Kekayaan
itulah yang membuat Amerika jatuh hati dan bernafsu ingin menguasainya.
Berdasarkan informasi yang di himpun dari buku pahrizal dan ismantoro, freeport
telah menambang emas dari tanah papua sebanyak 724,7 ton. Dan jika emas sebanyak
itu dibagikan ke 240 juta penduduk indonesia, maka tiap jiwa akan mendapatkan
kurang lebih 3 ton emas. Sungguh luar biasa bukan, seandainya freeport
dinasionalisasikan seperti apa yang di canangkan Bung Karno lewat ekonomi
berdikarinya sudah di pastikan rakyat kita akan sejahtera terkhusus rakyat
Papua. tetapi patut disayangkan hal itu sulit untuk di realisasikan mengingat
ada kontrak karya yang mengikat hingga tahun 2041 yang pada saat itu di spakati
oleh rezim orde baru. Semua itu bak mimpi di siang bolong. Kini yang menikmati
hanya negara, imperialis, dan tokoh – tokoh kunci struktural. Bagaimana dengan
rakyat Papua ? tak ada yang berubah, semua tanahnya telah di aneksasi oleh
setan Tanah yang bernama Freeport. Perutnya dikeruk hingga habis, tapi keuntungan
yang dirasakan hanya kepada mereka para pemodal.
Papua yang di Anak Tirikan
Selang satu bulan saya menulis ini ialah bulan
dimana hari kemerdekaan indonesia di proklamirkan. Tapi apakah rakyat indonesia
benar-benar merdeka 100% ? bagi mereka yang sedang merayakan seremonial 17
agustusan di daerahnya masing-masing, coba kita lihat apakah di negeri bagian
Timur (Papua) sana sudah terlihat merdeka ? saya rasa kita belum sepenuhnya
merdeka karena tingkat pendidikan dan kemiskinan masih rendah. Program pemerintah
untuk pengentasan kemiskinan hanya menjadi makna kiasan, nyatanya masih banyak
daerah – daerah yang mengalami keterbelakangan, baik secara ekonomi maupun
pendidikan. Contohnya di Papua, menurut BPS (Badan Pusat Statistik) tingkat
kemiskinan di papua mencapai 27,4% per maret 2018 jauh lebih tinggi dibanding
di DKI Jakarta (3,57%). Hal itu di perkuat dari Hasil Survei Sosial Ekonomi
(Susenas) per Maret 2018 yang menunjukan bahwa jumlah penduduk miskin di papua
mencapai 917,63 ribu orang, meningkat apabila dibandingkan dengan kondisi pada
Maret 2017 (897,69 ribu) orang.
Fenomena kemiskinan di papua ini diakibatkan
karena tingginya disparitas antara kota dan pedalaman. Lantas apa solusinya ?
apa yang perlu dibenahi ? dibalik peran pemerintah mengupayakan pembangunan
infrastruktur di wilayah papua, ini perlu di apresiasi. Tetapi apakah sudah
tepat sasaran ? karena infrastruktur yang ada di pedalaman di banding dengan di
kota sangat kontradiktif. Di pedalaman masih sangat minim infrastruktur seperti
jembatan, jalan, pasar, maupun sekolah, padahal infrastruktur merupakan salah
satu faktor penunjang aktivitas perekonomian di daerah. Minimnya infrastruktur
ini membuat mereka yang berada di pedalaman tak mampu melakukan aktivitas
ekonomi sehingga sulit mengembangkan kompetensi diri. Penulis patut
mengapresiasi usaha yang dilakukan pemerintah dalam membangun tol laut, jalur
trans papua, hingga BBm menjadi serumpun. Tetapi yang di butuhkan bukan itu.
Yang di butuhkan orang-orang papua pedalaman ialah seperti lapangan pekejaan,
tanah untuk becocok tanam, jalan untuk akses ke sekolah, tenaga pendidik yang
kompeten, dan yang terpenting ialah sekolah – sekolah di tingkatkan. Jika, itu
semua sudah terpenuhi saya rasa orang-orang disana akan mengalami peningkatan
taraf hidup. Pendidikan sangat mempengaruhi sosio-ekonomi di suatu daerah.
Lewat pendidikan orang-orang disana dapat terbebas dari penjajahan, baik oleh
kapital maupun negara.
Namun fakta yang memilukan tatkala hasil potret
dari BPS menyebutkan sekitar 16,99 persen penduduk miskin usia 15-24 tahun buta
huruf. Faktor utama yang menyebabkan hal itu karena minimnya fasilitas
pendidikan yang tersedia. Hal itu diperparah karena infrastruktur untuk pergi
ke sekolah-sekolah tidak terfasilitasi dengan baik oleh pemerintah, sehingga
anak-anak yang ingin sekolah disana harus berjalan kaki lewat hutan belantara
ataupun menaiki sampan lewati sungai untuk dapat bersekolah. Lantas pro kepada
siapakah pemerintahan ? kalangan elit dan pemodal saja kah ? miris!
Kemerdekaan Milik Siapa ?
Kemerdekaan ialah hak segala bangsa, oleh
karenanya setiap warga yang ada di nusantara ini harus terbebas dari
penjajahan. Tetapi fakta kita temukan di bagian timur sana masih terselip
bentuk penjajahan pasca kolonialisme. Negara kita masih di dikte oleh imperialis.
Freeport masih berdiri gagah dan mengeruk hasil dari bumi pertiwi ini. Emas,
tembaga, nikel, dan bahan tambang lain telah di raup oleh perusahaan milik
Amerika tersebut sejak tahun 1967 hingga saat ini.
Menurut Leon Trotsky bahwa lemahnya kelas borjuis
domestik negara-negara pasca kolonial, disebabkan oleh dominasi imperialisme
asing dalam memenetrasikan kepentingannya di negara jajahan dengan cara
memanfaatkan sistem feodalisme yang ada, sementara itu perkembangan kapitalisme
domestik disumbat. Walaupun diberi kesempatan untuk muncul, kapitalisme
domestik biasanya akan mengalami tekanan yang hebat dari imperialis asing dan
kekuasaan feodal. Bukti feodalisme di tanah papua masih terjadi, ketika rakyat
disana hanya dijadikan budak dan diberlakukan semena-mena untuk kepentingan
freeport. Beberapa kasus yang menimpa buruh freeport seperti kecelakaan kerja
yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, ada sekitar 28 pekerja di tambang bawah tanah di pusat pelatihan
keselamatan dimana tak ada satu pihakpun yang bertanggung jawab, juga
permasalahan kerja yang menewaskan 4 orang sekaligus di area tambang PT
Freeport, Belum lagi kasus (furlough)
atau merumahkan pekerja sampai batas waktu yang tidak di tentukan, hingga PHK secara
sepihak yang menandakan sistem
feodalisme masih terjadi. Hal ini memicu buruh pabrik melakukan mogok kerja dan
mengadukan kasus ini ke kementrian ketenagakerjaan, namun kasus ini tak kunjung
menemui titik terang dan berlarut-larut tak ada kejelasan hingga saat ini. Apa
yang kita lihat adalah fakta bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat
indonesia belum termanifestasi dengan baik, saudara kita di bagian timur sana
adalah contoh nyata ketertindasan yang dilakukan oleh sistem kapitalisme.
Literatur
: