Sabtu, 24 Februari 2018

"MEREPARASI POLA PIKIR YANG STAGNAN & MENDEKOR ULANG GAGASAN USANG"

"Aku kikuk berhadapan pada kenyataan, jangankan bertemu dan bercengkerama, menyapanya saja aku tak sanggup sungguh aku malu"

mungkin kutipan di atas adalah sebuah keputusasaan. keputusasaan seseorang pada kenyataan hidupnya karena ter-stagnasi. adakalanya di setiap perjalanan kita dipertemukan pada jalan buntu. perlu sedikit dipahami, sejatinya jalan buntu dapat membawa kita pada tempat tujuan yang lebih luas. bingung ??
memang ini terlihat seperti hal yang utopis tapi tidak jika kita dipertemukan pada fantasi yang luas. jalan buntu, akan membuat kita terus berfikir ke arah mana kita mencari jalan keluar yang berbeda, dengan spektrum bervariasi kita dipaksa untuk berlatih berfikir dengan meninggalkan gagasan usang dan menggantinya dengan gagasan progresif di luar nalar. tentu itu dibarengi dengan intensitas kita belajar memahami, belajar dari pengalaman, maupun menganalisis berbagai persoalan secara tajam dan dinamis. dunia ini terlihat luas jika dirasa tapi jika kita pahami dunia ini sempit. dengan pola pikir kita yang imajinatif kita mampu mengubah gagasan bahwa dunia itu sempit, dengan suatu teknologi. contohnya internet, kita bisa mengetahui belahan dunia mana-pun tanpa kita harus menjamahnya. itu menandakan bahwa pola pikir yang imajinatif di luar batas-batas fantasi kita adalah sebuah perubahan pola pikir dari stagnasi menjadi ter-polarisasi.
nah, jika kita kaitkan dengan jalan buntu tadi, kita hanya terpaku pada satu poros. tidak dengan pengembangan daya pikir yang luas padahal jika kita berfikir dengan spektrum lebih luas jalan buntu tadi hanyalah keniscayaan.
maka dalam ayat suci yang menyatakan bahwa, “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan ” (QS. Al-Insyrah: 5-6). dari ayat tersebut mengulang kalimat yang meyakinkan kita bahwa paska kesulitan pasti ada kemudahan. nah, keterbelengguan kita terhadap kesulitan itulah yang membuat kita ter stagnasi pada jalan buntu itu. padahal kita dianjurkan untuk terus melawan ketakutan, dan ketidakmungkinan agar terbebas dari rasa putus asa.

kiranya ini adalah keresahan penulis dalam melihat sosio - historis masa transisi paska meninggalkan label mahasiswa yang membuat mereka terpaku pada dunia kerja. padahal banyak cara lain yang bisa mereka tempuh untuk dapat berdiri kokoh pada fana-nya dunia. selamat membaca kamerad !☕

Tidak ada komentar:

Posting Komentar